Tidak Sesuai Dengan Rencana,Proyek Food Estate Gagal?
JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin sorot proyek Food Estate yang tidak sesuai rencana dan hasil yang diharapkan.
Dia sejak awal menentang proyek Food Estate (Ketahanan Pangan) tersebut. Meski tujuannya baik untuk mengantisipasi krisis pangan, namun menurutnya program ini memiliki berbagai kendala terkait kesesuaian lahan, budaya hingga masyarakat yang tidak mendukung.
“Dari sisi tujuan bahwa pada saat food estate ini dilaksanakan untuk mengantisipasi krisis pangan, langkah khusus pelaksanaan food estate seolah memberi harapan besar. Kami sejak awal, menjadi kesepakatan FPKS sangat mengkritisi food estate karena konsepnya tidak seindah yang dibayangkan,” tutur Akmal dalam keterangan rilisnya, Senin (28/08/2023).
Politisi Fraksi PKS ini menambahkan, bahwa tujuan food estate untuk meningkatkan produksi pangan. Namun pada kenyataannya, secara teknis dilaksanakan di lokasi-lokasi yang tidak mendukung iklim di Indonesia. Sebagaimana ia contohkan, tanaman pangan tidak cocok di tanah gambut, akan tetapi pelaksanaannya justru di tanah gambut.
Akmal membuktikan, bahwa lahan untuk berbagai tanaman seperti pangan, hortikultura, maupun lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, ternyata lahan yang digunakan tidak mencukupi sumber airnya. Kurang lebih tiga tahun, tambahnya, tidak menghasilkan apa yang menjadi tujuan dan harapan food estate tidak tercapai. Bahkan kerusakan lingkungan hutan malah menjadi masalah baru.
“Saya sangat menyayangkan, pemerintahan Presiden Jokowi kembali memasukkan food estate dalam anggaran ketahanan pangan 2024 yang ditetapkan sebesar Rp108,8 Triliun meski program ini dinilai gagal,” kritis Akmal.
Lanjutnya, Ia mengatakan bahwa dirinya di Komisi IV akan mengkritisi program food estate ini. Terlebih, dari sisi anggaran akan diusulkan tidak disetujui jika belum ada hasil dan evaluasi dari program sebelumnya yang banyak gagal.
“Kami menemukan dua hal besar persoalan food estate yakni intensifikasi pertanian terkait meningkatkan indeks pertanian yang tidak berjalan baik dan persoalan ekstensifikasi pertanian yang bermasalah,” tutup legislator dapil Sulawesi Selatan II itu. (gal/rdn–dprri)