Tiga Pendekatan Radikalisme dengan Literalisme Struktural, Hermeneutika Filosofi dan Ekstrimisme Agama. Berikut Penjelasan Dr Muhammad Yunus

LUBUKLINGGAU – Dalam memahami radikalisme, Kita memulai dari bagaimana pengetahuan dan kebenaran dikonstruksi dalam kalangan radikal, sehingga dapat dipahami sebagai doktrin yang mutlak dan tak terbantahkan.
Hal ini disampaikan Dr. Muhammad Yunus pada Seminar Pencegahan Radikalisme untuk Indonesia Harmoni di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bumi Silampari (BS) Lubuklinggau. Kamis (30/1/2025).
Dia memaparkan, setidaknya ada tiga pendekatan paham radikal dalam mengimplementasikan tujuannya, diantaranya : Literalisme Struktural, Hermeneutika Filosofi dan Ekstrimisme Agama.
“Literalisme struktural mengacu pada pendekatan dalam memahami teks, khususnya teks agama, dimana interpretasi dilakukan secara harfiah atau literal sesuai dengan struktur tata bahasa dan makna kata yang ada dalam teks.
Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami teks sesuai dengan konteks linguistiknya tanpa banyak interpretasi simbolis atau alegoris,” jelas Doktor Filsafat Universitas Gadjah Mada ini pada peserta yang terdiri dari para mahasiswa STAI BS dan beberapa anggota organisasi kampus.
Kemudian, dia melanjutkan pendekatan kedua, Hermeneutika Filosofi. Pendekatan ini berfokus pada interpretasi teks dengan mempertimbangkan aspek filosofis, seperti makna yang lebih dalam, konteks historis, budaya, dan eksistensial dari teks tersebut.
Pendekatan ini sering kali lebih terbuka terhadap interpretasi yang lebih luas dan mendalam dibandingkan dengan literalisme.
“Sedangkan, Ekstremisme agama adalah pandangan atau perilaku yang mengadopsi interpretasi agama yang sangat ketat dan sering kali radikal.
Orang yang menganut ekstremisme agama mungkin percaya bahwa hanya satu cara memahami atau mempraktikkan agama mereka yang benar, sering kali menolak pluralisme dan toleransi terhadap pandangan lain.
Ini bisa menyebabkan tindakan yang ekstrem, termasuk kekerasan, dalam nama agama,” papar Muhammad Yunus yang juga merupakan Wakil Ketua III STAI BS Lubuklinggau.
Menurutnya, dari tiga istilah diatas mewakili cara yang berbeda dalam memahami dan menafsirkan teks agama, yang masing-masing memiliki konsekuensi sosial, budaya, dan politik yang signifikan.
“Tinjauan filsafat pada radikalisme tidak hanya mencoba memahami “apa” dan “bagaimana” radikalisme bekerja, tetapi juga “mengapa” ia ada dan apa yang bisa kita lakukan dengan pemahaman itu untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif.
Ini adalah perjalanan intelektual yang menuntut kita untuk mempertanyakan banyak hal tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita,” jelasnya.
Dalam pantauan wartawan, seminar ini berjalan lancar, santai dan penuh keakraban antar nara sumber maupun ratusan peserta yang ada.
Selain, Muhammad Yunus, ada juga narasumber dari Kodim 0406 Lubuklinggau, Kapt. Inf. Budi Raharjo dan FKUB Lubuklinggau, Ismurijal.
Para peserta juga aktif mengajukan berbagai pertanyaan tentang radikalisme.
Pertanyaanpun variatif, dari radikalisme yang berkaitan dengan perusahaan, keluarga, politik maupun pemerintahan.
Sehingga terjadi diskusi asyik dari para narasumber dan peserta. (*).