Inilah Polemik Regulasi Program Santunan Kematian Kabupaten Musi Rawas

Inilah Polemik Regulasi Program Santunan Kematian Kabupaten Musi Rawas

PROGRAM Santunan Kematian hingga hari ini terus bergulir di Kabupaten Musi Rawas. Santunan Kematian merupakan bentuk bantuan keuangan kepada ahli waris korban (warga Musi Rawas) yang meninggal dunia yang diatur dengan Peraturan Bupati (Perbup) No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kematian, terbit pada 26 April 2021. Bantuan diberikan kepada ahli waris yang mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas melalui Dinas Sosial (Dinsos).

Patut diapresiasi karena bantuan ini sangat bermanfaat bagi ahli musibah, meringankan beban, dan bantuan ini merupakan salah satu sasaran dan arah kebijakan dari visi misi Bupati Ratna Machmud dan Wakil Bupati Suwarti yang di rangkum dalam Musi Rawas Maju, Mandiri dan Bermartabat (Mantab).

Tanpa pandang bulu, setiap warga Musi Rawas yang meninggal apakah orang kaya atau prasejahtera, maka ahli musibah akan dapat bantuan sebesar Rp 3 juta. Tentu bantuan yang disalurkan melalui mekanisme dan aturan yang ada sesuai dengan syarat-syaratnya. Sedangkan pengecualian bantuan diantaranya : meninggal dunia karena hal-hal yang dilarang agama, seperti bunuh diri, aborsi dll; hukuman mati karena putusan pengadilan; balita yang dibawah umur 1 tahun; meninggal karena kejahatan pidana; dan meninggal karena obat-obat terlarang; serta karena bencana alam.

Tak tanggung-tanggung, Pemkab Musi Rawas melalui Dinsos pada Tahun 2021 menargetkan bantuan sebesar Rp 6 miliar dengan estimasi untuk tanggungan 2.000 orang yang meninggal dunia. Bisa jadi ini asumsi dari 199 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Musi Rawas. Kalau setiap desa/kelurahan, kematian mencapai 10 orang dalam setahun maka untuk 199 desa/kelurahan akan berjumlah 1.990 orang. Sisa 10 orang persiapan tambahan.

Berdasarkan info dari Dinsos, realisasi bantuan yang tersalur pada Tahun 2021 adalah 1.987 orang atau senilai Rp 5.961.000.000,- Sedangkan untuk Tahun 2022 memasang target anggaran Rp 5 miliar lebih. Update info pada 12 Oktober 2022 Santunan Kematian sudah tersalur 1.413 orang (senilai Rp 4.239.000.000,-) dari 1.731 pengajuan, dan 318 akan direalisasikan pada Triwulan ke-IV Tahun 2022.

Melihat anggaran yang begitu besar, rasanya tidak wajar Program Santunan Kematian hanya diatur sekelas Perbup. Apalagi ini kaitannya dengan bantuan ke masyarakat, artinya penyaluran dana di luar pemerintahan atau lembaga naungan pemerintah.

Sangat rawan penyelewengan, terutama dalam pengurusan berkas, waktu yang diperlukan untuk penyaluran, jarak tempuh transportasi ke Ibukota Muara Beliti, belum lagi dugaan manipulasi data kematian yang lama seolah dibuat baru. Karena hal ini berdasarkan sumber informasi yang kami terima.

Berbagai kalangan maupun aktivis, akademisi banyak menyangsikan kenapa Program Santunan Kematian yang dilaunching pada 30 April 2021 hanya sebatas regulasi Perbup saja. Yang artinya launchingnya sekitar 2 bulan sejak pelantikan Bupati Ratna Machmud dan Wakil Bupati Suwarti pada 26 Februari 2021.

Padahal Peraturan Daerah (Perda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021 – 2026 yang memuat visi misi Bupati/Wakil Bupati terpilih (menjadi Visi Misi Kabupaten Musi Rawas) terbit pada 25 Agustus 2021 atau 6 bulan setelah pelantikan Bupati/Wakil Bupati. Penerbitan RPJMD ini juga seolah dipaksakan karena saat itu sebenarnya RPJMD masih terus perbaikan di tingkat provinsi, kenapa dipaksakan? Karena telah mencapai batas waktu 6 bulan sesuai Permendagari No. 86 Tahun 2017. Bila RPJMD tidak selesai dalam waktu 6 bulan maka akan terkena sanksi administratif dari Pemerintah berupa tidak dibayarkan hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan.

Disini artinya pelaksanaan Perbup Santunan Kematian terbit 4 bulan sebelum Perda RPJMD 2021-2026 terbit, sehingga kami nilai Perbup  mendahului RPJMD. Diketahui bahwa VISI  Kabupaten Musi Rawas dalam RPJMD 2021-2026 adalah : Musi Rawas Maju, Mandiri dan Bermartabat (Mantab). Sedangkan MISI-nya : Pertama, Mewujudkan birokrasi yang profesional berbasis teknologi informasi; Kedua, Membangun SDM yang berkualitas; dan Ketiga, Pemerataan Infrastruktur berwawasan lingkungan; serta Keempat, Memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Sedangkan salah satu SASARAN pada MISI Keempat adalah : menurunnya tingkat kemiskinan. Dengan salah satu ARAH KEBIJAKAN : Santunan Kematian.

Seiring berjalan waktu, ternyata, pada 20 Januari 2022, Pemkab Musi Rawas menerbitkan Perda No. 1 Tahun 2022 tentang Santunan Kematian. Isinya hampir sama dengan Perbup No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kematian. Bedanya kalau di Perda tidak dicantumkan besaran nilai Santunan Kematian dan akan diatur pada Perbup (tercantum pada Pasal 5).

Hasil konfirmasi, 12 Oktober 2022 ke Dinsos Musi Rawas bahwa Perbup yang merupakan turunan Perda No. 1 Tahun 2022 tentang Santunan Kematian, saat ini masih disusun Dinsos bersama Bagian Hukum Setda Musi Rawas. Maknanya Perbup baru belum ada, masih memakai Perbup No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kematian.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa Pelaksanaan Perbup No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kematian tanpa landasan atau dasar atau mempedomani RPJMD 2021-2026, karena Perbup mendahului terbit 4 bulan sebelum RPJMD. Ini bisa saja menyalahi urutan atau sistematika aturan perundang-undangan, setidaknya mungkin ada konsekuensinya, misalnya dari Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian PAN dan RB.

Kemudian, apa urgensinya Pemkab Musi Rawas menerbitkan Perda No. 1 Tahun 2022 tentang Santunan Kematian, apakah merasa tidak yakin (atau kurang ‘pede’) dengan Perbup No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kematian yang lebih dulu 9 bulan, atau sudah kena warning?;

Selanjutnya, Perda No. 1 Tahun 2022 tentang Santunan Kematian terbit pada 20 Januari 2022, namun konfirmasi ke Dinsos pada 12 Oktober 2022, Perda tersebut belum ada turunan Perbup sebagai detail teknis, kok bisa? Lama sekali padahal ini sudah bulan Oktober, waktunya sudah 9 bulan?;

Melihat kondisi dan fakta lapangan, apa tidak sebaiknya anggaran Santunan Kematian dianggarkan melalui Kecamatan, untuk memperpendek jarak transportasi, rentang birokrasi. Termasuk pengurusan Akta Kematian dipermudah. Seharusnya Santunan Kematian bisa dicairkan pada hari pertama musibah korban meninggal dunia, ini menjadi kewenangan camat bertindak cepat, dengan mencari dana talangan bila terhambat birokrasi ketika hari libur;

Kemudian untuk perampingan anggaran, sebaiknya Santunan Kematian untuk masyarakat prasejahtera saja, karena bila bantuan untuk semua (kaya dan miskin) ini sudah menyalahi RPJMD 2021-2026. Dalam RPJMD 2021-2026 jelas bahwa Santunan Kematian memang untuk Rakyat Prasejahtera (miskin). Tertera jelas pada MISI ke-4 pada RPJMD tersebut yakni : Memperkuat Ketahanan Ekonomi Masyarakat. TUJUANNYA : Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, dengan SASARAN : Menurunnya Tingkat Kemiskinan. Sedangkan ARAH KEBIJAKAN : Pemberian Santunan Kematian;

Selanjutnya perlu transparansi, akuntabel, tepat sasaran dalam anggaran dan kegiatan sehingga dapat mendorong partisipatif masyarakat dalam pembangunan yang pada akhirnya mendukung perwujudan good governance. Masyarakat juga bisa mengajukan permohonan dan gugatan sengketa informasi publik dengan dasar UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan aturan turunannya. (Penulis : Faisol Fanani – Pemerhati Kebijakan Publik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *